Banyak
burung melakukan migrasi dengan terbang sejauh ribuan kilometer per
tahun. Mereka terbang di atas daratan, lautan, dan ternyata, mereka
mampu terbang menembus badai.
Bryan Watts, Director of the Center for Conservation and Biology, College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat memasang pemancar satelit pada burung Whimbrel untuk memantau pergerakan mereka selama 3 tahun terakhir.
Bryan Watts, Director of the Center for Conservation and Biology, College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat memasang pemancar satelit pada burung Whimbrel untuk memantau pergerakan mereka selama 3 tahun terakhir.
“Burung-burung ini beranak pinak di kawasan dekat Kutub Utara. Padahal mereka mencari makan di kawasan utara Amerika Selatan, di sekitar Venezuela, dekat hutan Amazon,” kata Watts, seperti dikutip dari NPR News.
Artinya, kata Watts, mereka terbang jarak jauh dan melakukan penerbangan luar biasa. “Burung yang
kami lacak bahkan terbang 3.500 mil (sekitar 5.600 kilometer) nonstop
dari Virginia ke Alaska,” ucapnya. “Ia bergerak dengan kecepatan 55
sampai 65 kilometer per jam selama 5 hari penuh,” kata Watts.
Watts menyebutkan, selama ini, para pengamat ingin mengetahui apa
yang terjadi jika burung ternyata dihadang badai. Untuk itu, mereka
memasang pelacak pada burung yang lebih besar, yakni burung Hope.
Agustus lalu, burung yang dipasangi pelacak terbang dari Nova Scotia
dan berjumpa dengan badai tropis Gert.
“Saat
berpapasan dengan badai Gert, selama 27 jam, kecepatan terbang mereka
turun ke 14 kilometer per jam karena menantang arah angin,” kata Watts.
“Setelah berhasil menembus badai, kecepatan terbang menjadi 145
kilometer per jam karena mendapat dorongan dari angin badai,” ucapnya.
Watts
menyebutkan, peneliti belum menemukan apa yang membuat mereka mampu
terbang secara luar biasa seperti itu. Yang pasti, saat tiba di tempat
mereka mencari makan, bobot mereka hanya 350 sampai 400 gram. Namun
selama 3 minggu berikutnya, bobot mereka naik 50 persen.
“Saat
mereka pulang ke tempat asal, mereka bagaikan seperti bola lemak yang
menyimpan energi dalam jumlah cukup untuk melakukan penerbangan jarak
jauh,” ucap Watts. “Tampaknya faktor ini yang memungkinkan mereka mampu
menghadapi angin kencang selama itu,” ucapnya.
Watts
menyebutkan, satu hal yang mereka pelajari setelah memasang pemancar
satelit pada burung ini adalah, meski burung mengarungi jarak yang
demikian jauh, namun mereka bergantung pada satu kawasan kecil di
daerah spesifik.
“Jika
kita merusak ekologi di kawasan tersebut, maka itu akan memberi dampak
yang sangat besar bagi populasi burung yang memanfaatkan kawasan
tersebut untuk berkembang biak,” ucapnya.